Jumat, 05 Agustus 2011

EKSPEDISI KORAN MANDAR

.


Sabtu,23 juli 2011 sekitar jam 16.00 berdua dengan Muhammad Ridwan Alimuddin saya menjemput Muliadi memasuki kota Tinambung.Dengan memakai baju kaos warna putih bertuliskan “Ekspedisi Koran Mandar” .Kata “ekspedisi” mengingatkanku pada Ahmad Yunus dan Farid Gaban. Dua wartawan senior yang menamai perjalanannya “ Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa” mengelilingi Indonesia memakai motor Trail.Ada haru melihat Muliadi’ ketika saya tanya apakah capek? Cuma di balas senyuman sambil mengayuh sepedanya.

Tiba di Tinambung di rumah Muhammad Zauki, setelah ngorol sebentar dengan keluarga Muhammad Zauki dan teman-teman yang menunggu kedatangan Muliadi .Muliadi melanjutkan perjalananya menuju rumahnya di Pa’giling.Di beranda rumah dengan ditemani pisang goreng memulai obrolan dengannya.

Muliadi anak sulung dari enam bersaudara pasangan suami istri Syamsuddin Syah (almarhum) dan Saenal , sukses menempuh perjalanan dari Makassar ke Tinambung Polman dengan mengendarai sepeda sendiri.Ide ini berawal Juni bulan lalu, ketika tiba-tiba jam 02.00 dini hari terbangun dari tidurnya.Ada keinginan kuat untuk kembali bersepeda ke Tinambung.Barangkali bagi sebagian orang, apa yang dilakukan Muliadi sesuatu yang “gila”.Tapi baginya inilah “Universitas Kehidupan” tempatnya belajar arti hidup.Siang yang panas dan dinginnya malam di tempuhnya dengan semangat. Tak ada keinginan kembali ke Makassar atau naik mobil.Pepatah Mandar “Takkalai di sombalang dotai lele ruppu dadi natuali dilolangan” (sekali perahu kembangkan layar lebih baik tenggelam dari pada balik di tengah jalan).Sepenggal ungkapan yang menyimbolkan keberanian dan tekad mengarungi lautan di kalangan pelaut dan nelayan Mandar, betul-betul di aplikasikan dalam hidupnya.Banyak cerita dalam perjalanannya mulai dari kehilangan sandal di mesjid Kaballangan, tidur di penjual salak Lasape dengan perasaan was-was karena takut kehilangan sepeda (membuat tidurnya tidak nyenyak), bertemu Pak Alimuddin Karim gurunya sewaktu SMU Layonga (yang sedang naik mobil ke Makassar) kaget mengetahui Muliadi naik sepeda dan cerita lainnya.


Perjalanan yang dirasa agak berat sewaktu di daerah Suppa sekitar pukul 17.00, beberapa kilometer sesudah kota Pare-pare.Medan jalan yang mendaki membuat pahanya terasa letih.
Tammat SMU Layonga tahun 2000.Muliadi berangkat ke Makassar’ dengan sepeda kesayangannya naik bus Piposs.Sepeda ini di belinya dari gurunya di SMU, Pak Komar.Seharga tiga ratus ribu rupiah dari uang hasil penjualan kambing peliharaannya.Harga sepeda ini sebenarnya mahal,tetapi karena Muliadi termasuk salah satu murid kesayangan Pak Komar maka cuma di beri dengan harga begitu.Di Makassar Muliadi mengikuti kursus teknik listrik di BLK.Kursus bahasa Jepang dan komputer di Aliah.Rutunitas hidupnya di Makassar di jalaninya dengan naik sepeda, menyebabkan hampir semua jalanan di Makassar sudah dilaluinya.Mulai dari jalanan besar sampai lorong-lorong “tikus”.

Tahun 2005 untuk pertama kalinya, Muliadi bersepeda dari Makassar ke Tinambung.Motivasinya saat itu adalah dari orang-orang terdahulu yang masih mengandalkan dokar dan sepeda untuk menempuh perjalanan Makassar ke Mandar.Muliadi berpikir masa orang dulu bisa, dia tidak. Saat itu Muliadi Cuma menempuh Makassar –Tinambung selama satu hari.

Walau masih dalam keadaana capek’ Muliadi tetap bersemangat bercerita.Kami berempat membongkar ransel kecil yang menemaninya dalam perjalanan.Di dalamnya cuma berisi : Pocari sweat (6 sachet),obat-obatan,Biore Men,kunci-kunci sepeda, dan sekeping kaset VCD Nikita Willy bertuliskan Religi Menyambut Ramadhan (jadi bahan candaan sore itu,ternyata Muliadi fans sama Nikita Willy). Baginya sepeda yang di gunakan tahun 2005 lebih enak di pakai karena ban nya kecil, walaupun sepeda yang digunakkan tahun ini lebih bermerek.

0 comments

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar